CoverMongondow, Crime – Kisruh Pertambangan Tanpa Izin (PETI) yang terjadi di wilayah hukum polres Bolaang Mongondow, mulai menimbulkan tandatanya bagi semua warga lingkar PETI yang ada di Bolaang Mongondow Raya, khususnya di PETI Blok Bakan dan Tanoyan.
“Semua aktifitas PETI sama, tidak ada yang berbeda dimuka bumi ini, mau dia PETI yang berada di Dumoga Raya dan Tanoyan yang telah menggusur Hutan Lindung hingga Taman Nasional, begitu juga PETI yang ada di blok Bakan dalam hal ini sudah merusak hutan penyangga yang akan berakibat dampak buruk bagi warga, kok bisa hanya dibiarkan, malahan di mediasi untuk supaya membuka peluang pengrusakan Hutan yang sudah diketahui bersama melanggar UU no. 18 Tahun 2013 tentang Perusakan hutan,” imbuh Yakin Paputungan selaku salah satu penggiat sosial masyarakat ini, di rumah kopi korot, Rabu (17/01) sore tadi.
Yakin juga mengatakan, “di UU 18 tahun 2013, passal 27 dan 28 Huruf (c,d,e,f,g dan h) sudah sangat jelas. Maka dari itu, kenapa harus ada mediasi di PETI yang berada di wilayah Dumoga, sudah jelas ini akan membuat cemburu masyarakat diwilayah lingkar PETI yang ada di wilayah lain,” ungkap Yakin.
“Konflik disemua PETI ujungnya pasti akan sama, mulai dari Konflik antar sesama penambang, konflik antar warga lingkar tambang dengan para pemilik tambang, sampai terjadinya bencana dari akibat PETI yang ada dan dapat merugikan warga lingkar, sudah tentu negaralah yang merugi akibat dari dampak PETI tersebut. Maka, untuk mencegah dampak buruk tersebut, pihak-pihak yang berwajib, seperti Pemerintah dan Pihak Kepolisian dalam hal ini Kapolres Bolaang Mongondow harus bersikap adil, kendati tindakan mediasi itu tidak sesuai prosedur kapolres harus mendengar juga jeritan warga lingkar tambang, jangan hanya sepihak kepada para pemilik PETI,” tegasnya.
Lebih lanjut yakin katakan, “Pemerintah Provinsi Sulut juga jangan hanya tutup mata dengan kisruh PETI yang ada di Bolaang Mongondow Raya, kalau bisa dicarikan solusinya, bila perlu dijadikanlah Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), karena ini berbicara kelangsungan hidup banyak orang, mulai dari para penambang, hingga para petani yang melakukan aktifitas pertanian yang bermukim di lingkar PETI, karena semua dampak dari akibat PETI bisa diselesaikan sesuai aturan, karena PETI sudah berubah menjadi WPR,” pinta Yakin.
Ditambakannya lagi, “Begitu juga dengan pihak Kepolisian Daerah Sulut, jangan hanya membiarkan kisruh ini, bila perlu Police Line yang sudah pernah dipasang dibeberapa PETI yang ada di BMR, supaya tindak lanjutnya harus dibuktikan kepada rakyat BMR,” tutupnya. (tr-01)